Najwa Shihab: Wanita Itu Tidak Harus Behijab, Asal Hatinya Tetap Berhijab Ini Penjelasannya

 


Benarkah wanita itu tidak harus behijab? Salah satu komentar yang keluar pada tulisan dengan judul Mata Najwa Bukan Mata Biasa yaitu mempertanyakan cara memakai pakaian Mata Najwa, Najwa Shihab yang tidak berjilbab. Najwa Shihab: ” Wanita Itu Tidak Harus Behijab, Asal Hatinya Tetap Berhijab”. Pertanyaan yang “wajar” mengingat dia merupakan putri dari seorang ulama ternama, pakar tafsir, bekas rektor sekaligus eks Menteri Agama Republik Indonesia. Zaman Soeharto, Prof. Dr. Quraisy Shihab yg wajahnya sampai saat ini masih sering tampil beberapa di monitor kaca. Memang benar, wanita kelahiran Makassar 16 september 1977 ini hidup dalam lingkungan keluarga yang religius. Najwa meniti pendidikan dasarnya di instansi pendidikan berbasiskan agama, dari mulai TK Al-Quran di Makassar, selanjutnya Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hidayah (satu tingkat SD), lalu SMP Al-Ikhlas, Jeruk Purut, Jakarta.

Pendidikan keagamaan juga diaplikasikan secara ketat oleh keluarganya bersama-sama lima orang saudaranya. Sudah menjadi kebiasaan, sejak magrib harus telah dirumah untuk berjamaah magrib, mengaji Al-Quran, serta membaca Ratibul Haddad bersama-sama. Baru sesudah masuk bangku kuliah,Najwa sudah diperbolehkan keluar setelah maghrib lantaran padatnya jadwal serta aktivitas perkuliahan. Itu karena keluarganya benar-benar sangat memperhatikan aspek pendidikan. Pendekatan pendidikan di keluarganya tidak dg memakai cara-cara menyakitkan hati tetapi melalui cara yang demokratis. Meski dididik dalam lingkungan yang religius, tetapi masalah memakai jilbab tak diwajibkan oleh orang tuanya.


Menurut dia wanita yang memakai jilbab itu bagus serta sangatlah terhormat, tetapi tak berjilbab juga tak apa-apa. Selama ini, ayahnya mendidik kalau yang lebih penting untuk wanita adalah menjadi terhormat serta menjaga kehormatan baik dalam berperilaku serta berpakaian, namun ayahnya tidak mewajibkan untuk berjilbab. Najwa juga miliki keyakinan kalau ada banyak cara untuk terhormat selain dengan jilbab. (berbagai referensi berkaitan).




Dengan cara berpakaian seperti itu, katanya tidak pernah ada yang komplain. “Karena mungkin menyaksikan bapak, bila di tanya orang pendapatnya membolehkan, membebaskan berjilbab atau tdk. Jadi banyak alasan dari bapak saya. Bila ada yg komplain, paling pas bercanda. Dan saya senantiasa mengatakan : ya insyaallah semoga suatu saat. Yang pasti hatinya berjilbab kok. Wanita berhijab itu bagus dan sangat terhormat. Namun Najwa menyakini bahwa tidak berhijab pun tidak apa-apa sepanjang dirinya mampu menghijabi hatinya. Banyak cara untuk menjadi wanita terhormat tanpa harus berhijab. Ayahnya mendidiknya bahwa yang lebih berarti untuk wanita adalah dia mampu melindungi kehormatannya baik dalam berperilaku, berkata-kata maupun berpakaian.




Yang menarik, putri raja Arab Saudi pun jika mereka bepergian keluar negeri dia tidak berhijab. Ketika para putri saja Arab Saudi ini ditanya oleh wartawan, kenapa dirinya tidak mengenakan hijab ketika berada di luar negeri, dia menjawab: “Islam tdak berbicara harus berhijab atau tidak berhijab. Islam berbicara mengenai karakter dan pembentukan hati yang baik. Islam bukanlah agama yang kaku, tapi agama yang bisa beradaptasi dengan lingkungan. Banyak Islam garis keras yang tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan, sehingga mereka menjadi masalah dimana-mana. Mereka tidak beradaptasis dengan lingkungan, tapi mereka malah memaksa lingkungan untuk beradaptasi dengan mereka yang umat muslim. Kehadiran Muslim di dunia seharusnya membuat sejuk dan bukan membuat takut lingkungan. Itulah Islam yang sesungguhnya” Dua wanita terhormat di Indonesia dan di dunia berpendapat hampir sama.Lucunya, masih saja ada yang berkomentar miring tentang pernyataan Najwa Shihab ini. Katanya, “Karena Pemahaman agamanya yang dangkal”.




Ini yang menarik. Seseorang menghakimi seorang Najwa Shihab yang kita tahu bahwa pendidikan wanita kelahiran 16 September 1977 ini, mulai dari Sekolah Dasar dan Sekolah menengah Pertama adalah sekolah berbasiskan agama Islam. Nilai-nilai keagamaan diaplikasikan dirumahnya secara ketat oleh keluarganya bersama-sama 5 orang saudara-saudaranya. Sudah menjadi kerutinan, setiap magrib tiba, Najwa harus sudah ada di rumah untuk mengaji Al-quran dan membaca ratibul haddad bersama-sama. Baru setelah masuk bangku kuliah, Najwa diijinkan untuk pulang selepas Magrib. Itupun karena padatnya jadwal perkuliahan. Berayahkan seorang yang lebih dari separoh hidupnya diabdikan untuk mempelajari agama Islam, seorang menulis Tafsir Al Misbah, selalu menyi’arkan agama Islam, lalu seseorang mengatakan bahwa pernyataan Najwa Shihab diatas adalah pernyataan seorang yang dangkal pemahaman. Sungguh sangat disayangkan komentar seperti itu, seolah-olah memperlihatkan bahwa dirinya memiliki pemahaman yang lebih dalam. Namun, apakah kita tahu, pemahaman mana yang benar? Setiap Ulama memiliki perdapat yang berbeda. Seandainya Nabi masih ada, tidak perlu susah-susah untuk berdebat. 





Kita hanya perlu membawa masalah ini kepadanya dan beliau yang memutuskan hukum mana yang benar dan wajib dijalankan. Karena Nabi dan Rosul adalah Utusan Tuhan. Buat saya pribadi, saya setuju dengan pernyataan Najwa bahwa hati lah yang harus lebih di hijabi, karena walaupun tak nampak, tapi ketika hati sudah berhijab, ada jaminan tidak tertulis akhlak akan menjadi lebih baik. Silahkan saja pembaca bandingkan seorang Najwa Shihab yang tidak berhijab dengan seorang Istri Gubernur Bengkulu misalnya, atau Mantan Gubernur Banten, yang dengan kesadaran tinggi dan berencana mengkorupsi uang negara yang notabene adalah milik dan hak rakyat banyak. Seperti yang pernah saya tulis di artikel lain, seorang ulama mengatakan, “Agama Islam yang Absolut adalah ketika dunia memiliki wakil resmi Allah, yaitu para Nabi dan Rosul. Ketika Nabi Muhammad saw ada, tidak ada istilah ulama saat itu. Setiap perbedaan pendapat, mereka bawa kepada Rosulullah dan Rosullulah kemudian menentukan pendapat mana yang benar dan pendapat mana yang salah. Dan Rosul pula yang memutuskan pendapat mana yang bisa dijadikan acuan sebagai hukum Islam. Namun, ketika Wakil Resmi Allah tidak ada seperti sekarang, maka kita mengacu pada para Ulama. Namun, sejarah mencatat, ber-era-era, dari jaman ke jaman, para Ulama berbeda pendapat yang mengakibatkan pertumpahan darah. 




Itu artinya bahwa PARA ULAMA PUN TIDAK TAHU PERSIS MAKNA DARI HUKUM TUHAN. Kalau para ulama itu memahami persis apa yang setiap hukum Islam yang diturunkan Tuhan, maka tidak akan ada perbedaan pendapat. Artinya bahwa Agama Islam sekarang adalah agama berdasarkan inteprestasi Ulama. Itu sebabnya, begitu banyak terdapat agama Islam yang berbeda-beda mazhab, berbeda-beda aliran, bersekte-sekte. JIKA PARA ULAMA PAHAM BETUL AKAN HUKUM TUHAN, MAKA TIDAK AKAN ADA PERBEDAAN PENDAPAT. Perbedaan pendapat para Ulama ini pun bisa kita lihat dari bagaimana mereka menterjemahkan Al-Quran kedalam Tafsir dengan bahasa yang berbeda. Saya ambil contoh satu ayat yang sangat terkenal dan mencuat di Indonesia adalah ayat Al Maidah 51. Karena perbedaan menafsirkan Al-Quran, kita sudah melihat akibat fatal yang ditimbulkan di Pilkada Jakarta. Untuk saya pribadi, ketika saya menemukan dua pendapat Ulama yang berbeda, maka yang saya ikuti adalah yang memudahkan ibadah saya. Karena saya meyakini bahwa agama Islam diturunkan ke dunia untuk memudahkan bukan untuk mempersulit kehidupan dan ibadah manusia.

0 Response to "Najwa Shihab: Wanita Itu Tidak Harus Behijab, Asal Hatinya Tetap Berhijab Ini Penjelasannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel